Senin, 19 Maret 2018

10 Game Terbaik Sepanjang Masa Versi ido

Tahun 2016 telah berakhir, dan bersama dengannya, sepotong perjalanan besar kami juga mengalami suatu akhir. Situs kesayangan kita ini akan bergerak ke arah yang baru, yang belum pernah dijalani sebelumnya, tentunya dengan tantangan-tantangan yang baru juga. Tidak perlu risau atau sedih, karena semua hal di dunia ini sifatnya hanya sementara. Semua selalu berubah, dan tugas kita adalah merespons dan bergerak sesuai perubahan tersebut.

Sebagai sebuah salam penutup, izinkanlah saya untuk berbagi mengenai beberapa video game yang saya cintai. Mungkin terdengar agak melankolis, tapi pada kenyataannya memang video game telah banyak mengubah hidup saya. Tanpa video game saya tidak akan ada di sini, dan saya percaya bahwa video game telah banyak memberi pelajaran yang membuat saya jadi lebih baik.

Inilah sepuluh game terbaik sepanjang masa, versi Ayyub Mustofa. Selamat membaca.

Ragnarok Online

Ragnarok Online adalah sebuah MMORPG yang menawarkan kebebasan sangat besar pada para pemainnya. Beragam job menarik di dalamnya memberi kesempatan siapa saja untuk memerankan peran yang ia sukai. Mulai dari petarung yang kuat dan cepat, penyembuh yang melindungi teman-temannya, hingga saudagar kaya penguasa pasar.

Simpel namun mendalam, siapa pun bisa main Ragnarok Online walau tanpa instruksi. Tapi tentu saja bila kamu ingin jadi orang terkuat kamu perlu mendalami sistem gameplay yang detail dan rumit. Melakukan riset demi perhitungan stat optimal adalah suatu kesenangan tersendiri yang akan selalu dikenang oleh veteran-veteran game ini.

Selain sisi gameplay, unsur yang membuat Ragnarok Online dicintai banyak orang adalah dampaknya terhadap interaksi sosial. Ragnarok Online telah mempertemukan saya dengan banyak teman, menceburkan saya pada sejumlah drama, mengalihkan perhatian saya dari kuliah, dan membuat saya jatuh miskin kehabisan uang saku. Seorang kenalan pernah menyebut game ini sebagai “Rampok Online”, dan dipikir-pikir ya tidak salah juga sih.

MMO Of The Week – Ragnarok Online

Magical Drop III

Kalau ditanya apa game puzzle favorit saya, jawaban saya jelas Magical Drop IIIGame ini punya kontrol dan mekanisme permainan yang sebenarnya cukup simpel, tapi seru dan cepat sekali. Kamu mengendalikan seorang kurcaci kecil yang harus mengambil bola-bola warna dari layar, kemudian melemparnya ke bola lain berwarna sama. Agak mirip dengan Zuma, tapi lebih menarik.

Sistem yang simpel ini justru menghasilkan permainan sangat kompetitif ketika dimainkan bersama teman. Kecepatan jarimu akan diadu, tapi otak juga harus berpikir untuk mengatur strategi dan susunan combo yang tepat. Pertarungan Magical Drop III antara dua orang yang sama-sama ahli bisa terlihat menegangkan seperti menonton turnamen game fighting.

Magical Drop III termasuk salah satu game dari seri ini yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Bila hanya mode puzzle biasa sebetulnya bahasa tidak masalah, tapi Magical Drop III juga punya mode adventure yang cukup menarik, dengan sistem menyerupai permainan ular tangga. Mode ini bisa menjadi hiburan ketika sedang tidak punya lawan bermain.

Dota 2

Dota 2 bukan sekadar gameDota 2 adalah sebuah lifestyle. Itu yang selalu saya katakan tiap kali orang bertanya tentang kegemaran saya pada Dota 2. Saya sudah menyukai DoTA sejak era Warcraft III: Frozen Throne sekitar tahun 2004 silam, dan dua belas tahun kemudian masih belum bosan. Sepertinya Dota 2 telah dan akan selalu menjadi bagian hidup saya.

DoTA dan Dota 2 telah membantu saya melampaui berbagai macam suka dan duka. Salah satu yang paling berkesan adalah ketika saya sedang duduk di bangku kuliah tingkat dua. Saat itu saya terancam drop out karena ada satu mata kuliah yang sudah saya ambil hingga tiga kali, namun belum lulus juga. Bila saya gagal untuk keempat kalinya, menurut peraturan kampus kuliah tidak bisa saya lanjutkan.

Malam sebelum UAS adalah malam yang sangat menentukan, dan waktu itu saya berada dalam kondisi antara pasrah dan depresi. Saya begadang di depan komputer, main DoTA di server kampus sambil ditemani buku. Setiap kali hero mati, saya meluangkan waktu untuk mengerjakan soal. Begitu pula saat loading, atau menunggu player lain masuk ke lobi. Cara belajar yang agak aneh, tapi lucunya, saya malah lulus.

Rocksmith 2014

Sebenarnya saya ingin memasukkan Final Fantasy VIII ke daftar ini. Tapi dipikir-pikir sudah ada dua judul Final Fantasy lain, jadi sebaiknya saya memberi kesempatan untuk game lain yang sangat revolusioner: RocksmithGame rhythm yang memungkinkanmu untuk main menggunakan gitar sungguhan? Jenius!

Kecanggihan Rocksmith tidak hanya terletak pada penggunaan alat musik, tapi juga fitur-fitur menarik di dalamnya. Kamu benar-benar akan diajari cara memainkan lagu dengan benar, menggunakan segala macam teknik agar bisa menciptakan suara persis lagu aslinya. Tak hanya teknik, fitur pengaturan suara seperti tipe amplifier, distorsi, hingga bermacam efek pun ada. Rasanya sudah seperti sebuah DAW (digital audio workstation).

Jajaran lagu dalam Rocksmith terdiri dari karya-karya musisi terkenal, termasuk ONE OK ROCK, Guns N’ Roses, My Chemical Romance, Queen, dan banyak lagi. Tidak semua bisa kamu dapatkan langsung, sebagian harus dibeli sebagai DLC. Wajar saja rasanya, mengingat lisensi musik juga bukan barang murah. Tapi bila kamu main di PC, kamu bisa menggunakan mod untuk memasukkan lagu-lagu dari artis favoritmu!

Dissidia 012 Final Fantasy

Saat Dissidia pertama dirilis, saya sebetulnya sedikit kecewa dengan sistem permainan yang disajikan. Meskipun punya jurus-jurus keren dan arena 3D yang menyenangkan, Dissidia orisinal terasa agak kaku sebab terlalu mendewakan teknik parry. Ketika bermain melawan AI atau pemain yang jago, keberhasilan parry sangat menentukan kemenangan, sehingga pertarungan jadi membosankan.

Dissidia 012 mengubah hal tersebut dengan memasukkan sistem Assist dan EX Revenge. Kini, parry tak lagi menjadi senjata dewa sebab jeda waktunya bisa dikacaukan oleh Assist. Assist juga bisa dikorbankan untuk melepaskan diri dari combo musuh, atau untuk menggagalkan EX Burst. Sementara EX Revenge membuat Limit Break bisa ditabung untuk jadi senjata defensif.

Di komunitas Final Fantasy yang saya ikuti, Dissidia 012 sempat menjadi game wajib main yang sangat populer. Turnamen Dissidia 012 adalah menu tetap saat gathering, dan menjadi salah satu game favorit untuk menghabiskan waktu bersama teman-teman kuliah. Bisa dinikmati secara kasual atau serius, punya gameplay solid, serta memanjakan penggemar Final FantasyDissidia 012 adalah salah satu game fighting terbaik yang pernah ada.

Suikoden V

Suikoden II memang entri Suikoden dengan cerita terbaik, tapi untuk yang terbaik secara keseluruhan, pilihan saya jatuh pada Suikoden V. Dengan cerita keren, karakter-karakter badass dan berkesan, segudang mini game seru, serta peperangan yang unik, Suikoden V benar-benar berhasil membuat saya terhisap masuk ke dalam dunianya.

Saya sangat senang karena Suikoden V banyak mengambil inspirasi dari Suikoden I dan Suikoden II. Tampilan visual memang 3D, tapi menggunakan sudut pandang isometris yang enak dilihat. Pertarungan kembali menggunakan sistem enam anggota party, namun dengan tambahan sistem formasi dan berbagai skill baru. Rasanya seperti memainkan gameplay klasik dari era PlayStation, namun dengan evolusi setahap lebih tinggi.

Suikoden V juga memperkenalkan saya seorang komposer keren yaitu Norikazu Miura. Berbeda dengan komposisi Miki Higashino (Suikoden II) yang bernuansa Celtic dan cenderung mudah diingat, Norikazu Miura menghadirkan musik lebih menggugah, seolah membungkusmu dalam nuansa khas tepian air. Mendengarkan lagu seperti “We Gather Near the Water” akan membuatmu rindu untuk kembali ke francis Konami yang telah mati ini.

Tales of Destiny: Director’s Cut

Tales of Destiny: Director’s Cut adalah versi definitif dari remake Tales of Destiny yang dirilis untuk PS2. Kalau kamu tidak pernah main atau mendengar tentang game ini, itu wajar, sebab Tales of Destiny: Director’s Cut hanya tersedia dalam bahasa Jepang. Suatu hal yang sangat patut disayangkan, sebab game ini menurut saya adalah Tales dengan sistem pertarungan terbaik.

Tales of Destiny: Director’s Cut masih menggunakan tampilan karakter 2D, namun dengan animasi luar biasa mulus serta gabungan efek-efek partikel dan lingkungan 3D. Hasilnya adalah pertarungan yang sangat cepat, brutal, kacau, juga indah. Sistem baru yang disebut CC (Capacity Point) membuat semua karakter bisa mengeluarkan skill dan magic secara gratis, sehingga memungkinkan terjadinya serangan combo yang panjang dan canggih.

Dibandingkan Tales of Destiny orisinal, versi ini juga memberi sangat banyak perubahan yang membuat cerita keseluruhan jadi lebih seru. Swordian milik Woodrow Kelvin kini bisa kamu gunakan, Lyris Aileron muncul menjadi karakter playable baru, bahkan Leon Magnus mendapat mode terpisah berisi cerita miliknya sendiri!

Final Fantasy Tactics

Game strategi berjenis turn-based tactics adalah salah satu genre game favorit saya, dan kecintaan saya terhadap genre tersebut tumbuh semenjak saya mengenal Final Fantasy Tactics. Melakukan grinding, membuka job dan skill baru, menyusun strategi, serta menjadi karakter terkuat yang bisa membuat medan perang porak-poranda adalah kesenangan yang tiada taranya.

Saya agak bingung harus memasukkan Final Fantasy Tactics versi orisinal atau versi The War of the Lions ke sini. Sebetulnya The War of the Lions punya beberapa fitur menarik, seperti adegan sinematik yang keren serta beberapa job baru. Tapi versi tersebut juga menghilangkan dialog-dialog berkesan dari versi aslinya. Ditambah lagi, versi PSP memiliki bug yang membuat animasi semua skill jadi melambat.

Terlepas dari kekurangan yang dimiliki oleh versi The War of the LionsFinal Fantasy Tactics tetap merupakan salah satu game strategi terbaik. Baru-baru ini pun saya kembali membeli game ini ketika sedang ada diskon di Google Play Store. Bukan cuma sekadar untuk nostalgia, tapi Final Fantasy Tactics memang tidak ada matinya.

Xenogears

Xenogears merupakan game yang paling banyak mengubah hidup saya. Memainkan game ini saat masih duduk di kelas enam SD dulu membuat wawasan saya jadi terbuka lebar, seolah-olah baru menemukan sebuah dunia yang berbeda dari apa yang saya kenal sebelumnya. Tak hanya memberikan pemahaman lebih, Xenogears juga membuat saya mempertanyakan banyak hal tentang kehidupan.

Konsep-konsep berat seperti multiple personality disorder, reinkarnasi, nanobiologi, hingga manunggaling kawula gusti masuk berjejal ke otak saya seperti air bah. Dan ketika selesai memainkannya, saya merasa seperti menjadi orang yang berbeda. Meski sudah jadi rahasia umum bahwa Xenogears punya banyak konten yang dipotong, saya tetap merasa apa yang ada di game ini sudah cukup luar biasa.

Sayangnya kita tidak akan pernah melihat keseluruhan cerita Xenogears seperti dalam buku Xenogears Complete Works. Walaupun seri Xeno tetap hidup dalam Xenosaga dan Xenoblade, kedua seri tersebut sudah lepas dari dunia dan konsep yang mendasari Xenogears. Mungkin Square Enix dan Monolith Soft perlu bekerja sama untuk menciptakan remake Xenogears yang sempurna. Semoga saja terwujud.

Nostalgia Review Xenogears – Kisah Epik tentang Perang, Agama, dan Cinta

Lunar: Silver Star Story Complete

Bila dibandingkan dengan berbagai JRPG yang sudah saya sebutkan di atas, Lunar: Silver Star Story Complete sebenarnya cenderung biasa-biasa saja. Tidak ada intrik politik atau kisah psikologis kompleks, tidak ada gameplay rumit dan muluk-muluk, dan hal-hal melelahkan lainnya. Namun justru dalam kesederhanaan itulah game ini benar-benar bersinar.

Lunar: Silver Star Story Complete adalah JRPG yang sangat lurus. Game ini ibarat sebuah template yang bisa menjadi landasan bagi kisah JRPG lainnya. Tapi simpel bukan berarti jelek, karena cerita di dalamnya disajikan dengan begitu menarik. Di sini ada petualangan, persahabatan, perpisahan, cinta, pengorbanan, empati, dan tentu saja, penyelamatan dunia.

Hal paling berkesan yang menjadi unsur penting dalam cerita Lunar: Silver Star Story adalah percakapan antara Alex, sang tokoh utama, dengan Ghaleon, sang musuh utama. Ghaleon bertanya kepada Alex, “Bila harus memilih antara menyelamatkan orang yang paling kamu sayangi dan menyelamatkan seluruh dunia, mana yang akan kamu pilih?” Alex tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, dan sampai saat ini pun saya juga tidak bisa menjawabnya.

0 komentar:

Posting Komentar